Menumbuhkan Hati, Merawat Pancasila

Berita

Ketika saya merenungkan tema Sharavan ‘menumbuhkan jiwa warga negara yang berhati, ketika nilai-nilai Pancasila bertemu pergulatan hidup remaja’, saya teringat kembali pada tujuan pembelajaran Pendidikan Pancasila di SMA yaitu membimbing siswa menjadi warga negara yang berkarakter kuat, mampu menghayati nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, serta berkomitmen menjaga persatuan dan keutuhan bangsa di tengah tantangan zamannya. Saya pun bertanya pada diri sendiri: sudahkah saya cukup hadir untuk menjadi jembatan antara nilai luhur itu dengan realitas hidup mereka?

Ada dua peristiwa saat pembelajaran yang mengingatkan saya tentang arti penting menumbuhkan jiwa ‘warga negara yang memiliki hati’.

Pertama, pada awal tahun pelajaran saya selalu mengajak siswa Kelas X untuk saling mengenal melalui ‘keberagaman di kelasku’, ini merupakan permainan dimana siswa diminta berinteraksi dengan teman-teman sekelas. Dalam proses ini, mereka mengumpulkan tanda tangan dari teman yang memenuhi kriteria tertentu, seperti berasal dari sekolah asal yang berbeda, berbeda jenis kelamin, berbeda agama, memiliki hobi yang sama, atau menyukai makanan yang sama.

Sebagai penutup, siswa menuliskan refleksi dari pengalaman tersebut secara kreatif dan personal. Refleksi dituangkan dalam bentuk puisi, pantun (minimal dua bait), doa, atau renungan singkat dengan panjang minimal 25 kata. Kegiatan ini menjadi ruang bagi siswa untuk memberi makna atas interaksi yang mereka jalani, sekaligus menumbuhkan kesadaran akan keberagaman dan nilai kebersamaan.

Ada refleksi dari salah satu siswa, RK, yang membuat saya terkejut, dia menulis “aku belajar bahwa aku masih dianggap oleh orang-orang yang ada di sekitarku, ini tidak mungkin hanya kebetulan karena semua rencana-Nya, itulah yang terbaik untukku, mungkin kalau di sekolah lain aku tidak akan mau berubah”. Dari permainan sederhana, ternyata membawa manfaat besar bagi seorang siswa.

Kedua, ketika berdiskusi menjelang perayaan Hari Kemerdekaan, kelas saya ajak membahas bagaimana nilai-nilai Pancasila diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat. Di tengah diskusi, seorang siswa mengajukan pertanyaan yang cukup menarik, “Apa tanggapan Bapak terhadap fenomena maraknya demontrasi dikaitkan dengan kecintaan terhadap bangsa dan kebebasan berekspresi?” 

Saya menjawab dengan hati-hati, sambil menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila tetap harus menjadi pegangan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Saya sampaikan bahwa hal itu bisa saja dilihat sebagai cara menyampaikan pendapat kepada pemerintah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tapi saya juga menambahkan, “Kalau kalian benar-benar mencintai, maka kalian tidak akan pernah merendahkan apa yang kalian cintai.” Kelas pun sejenak terdiam, lalu mereka mengangguk dan menyatakan setuju. Saya kemudian meminta mereka merumuskan satu kalimat refleksi dari diskusi tersebut. Salah satu kalimat yang paling membekas bagi saya adalah : “Bila mencintai, maka akan menjaga perkataan dan perbuatan agar yang dicintai tetap dihormati oleh siapapun.”

Sebagai tanggapan atas peristiwa demonstrasi yang menyebabkan kerusakan fasilitas umum, saya memberikan tugas kepada siswa untuk menuliskan refleksi. Dalam tugas ini, siswa diminta membayangkan perasaan dan tindakan mereka jika berada di posisi orang-orang yang terdampak demonstrasi. Contohnya, menjadi orang tua dari mahasiswa yang ikut demo, pemilik warung yang tokonya rusak karena dekat lokasi demo, atau pengusaha makanan online yang usahanya terganggu.

Tujuan refleksi ini agar siswa belajar memahami berbagai sudut pandang dan dampak yang mungkin terjadi dari sebuah aksi massa, serta merenungkan bagaimana mereka akan bersikap jika berada di posisi-posisi tersebut.

Dari kedua peristiwa tersebut, saya berusaha menghadirkan pembelajaran Pendidikan Pancasila yang relevan dengan dunia Gen Z, yang penuh warna dan dan memiliki hati, namun tetap sesuai dengan tujuan pembelajaran. Selain proyek, saya juga mengajak mereka belajar bermain peran saat memecahkan masalah, agar nilai-nilai Pancasila lebih hidup dan mudah mereka pahami dalam konteks nyata.

Guru PPKN SMAK St. Louis 2

Justinus Ristanto, S.H