Di pagi yang cerah seperti hari-hari sebelumnya, sekitar Pkl. 06.00 saya mulai menjalankan tugas saya mengecek ruangan dan beberapa titik vital disekolah seperti kamar mandi, aula dan lab. Awalnya kegiatan ini cukup berat bagi saya karena saya mengorbankan waktu sarapan saya untuk keliling sekolah. Seperti biasa masih sedikit anak-anak yang hadir di kelas. Saya selalu menyapa, mengetuk pintu saat mau masuk kelas dan selalu mendapat balasan dari sapaan tadi seandainya di kelas/ di jalan berjumpa. Hampir setiap pagi saya berjumpa dengan anak yang sama mungkin karena jadwal/rutinitas mereka sama dengan saya sehingga kami setiap pagi pasti bertemu.
Hingga suatu hari ada yang bilang ke saya, ”Tumben bu kelilingnya siang, biasanya pagi. Ibu kesiangan ta?” Saya langsung tersenyum karena merasa anak ini perhatian sekali. Saya jawab “Tidak nak, karena tadi masih ada tugas di bawah”. Kemudian di hari lain ada anak yang mengajak saya “Ayo bu balapan naik sampai lantai 4”. Saya bilang “Duluan aja nak, ibu mampir-mampir” ternyata anak itu menunggu saya. Selain itu anak tersebut selalu memberikan teriakan “Semangat bu..semangat..,” sampai hati saya bergetar. Kemudian ada yang bilang juga “hari ini duluan saya bu yang sampai kelas”. Perhatian simpel yang mungkin bagi mereka itu hanya basa-basi atau memang benar-benar tulus bisa membuat saya menjadi punya perasaan yang berbeda.
Keliling setiap pagi bukan lagi menjadi hal yang berat buat saya, tetapi sekarang menjadi rutinitas yang ditunggu karena selain olahraga juga bisa menambah semangat untuk memulai pekerjaan. Anak-anak ini yang menjadi semangat saya untuk tiap pagi keliling. Sapaan hangat mereka, semangat mereka untuk konsisten bisa datang pagi dan tentunya perhatian mereka. Saya sadar untuk bisa sampai di sekolah tidak terlambat itu mungkin bagi beberapa orang sangat sulit, tetapi ternyata di St Louis 2 banyak kok anak-anak yang sebelum pkl 06.00 sudah di sekolah. Entah terpaksa karena keadaan, atau bahkan mungkin memang karena sudah terbiasa. Mati Raga sejatinya tidak selalu menyiksa, tetapi hanya butuh melihat dari sisi lain supaya menjadi menyala dan suka cita.
Penulis
Novy Anjarwati, S.Pd
Guru Ekonomi, SMA Katolik St. Louis 2