Berbagi Nilai Kehidupan dari Sebuah Novel

oleh | Selasa, 24 Agustus 2021 | Berita

“Apa sih manfaatnya baca novel, BukToh ceritanya kan khayalan semata.” kata Bapak yang duduk di depan saya.
Begitulah penilaian masyarakat Indonesia tentang novel. Novel masih dianggap tidak mempunyai manfaat yang berguna bagi kehidupan. Hal ini terjadi karena anggapan dalam sebagian besar masyarakat cerita di dalam novel merupakan khayalan pengarang semata. Hanya berbicara masalah percintaan. Nah, agar tidak salah kaprah, sebaiknya kita simak pemaparan singkat mengenai novel. Dalam artikel ini hanya membahas tentang novel karya anak bangsa yang tidak kalah dengan novel terjemahan.
Novel merupakan salah satu genre sastra yang berkembang pesat. Novel termasuk produk intelektual yang pantas diperhitungkan dalam perjalanan budaya bangsa Indonesia. Hal ini terbukti dari karya-karya Pramudya Ananta Toer, Umar Kayam, Ahmad Tohari, Putu Wijaya dan masih banyak lagi, Karya-karya mereka berkisah mengenai perjalanan Panjang bangsa Indonesia dari masa penjajahan sampai orde baru bahkan sampai masa saat ini.

Novel muncul membawa idealisme dan gambaran fenomena kehidupan manusia. Setiap pengarang mempunyai cara unik dalam menyampaikan pesan dalam alur cerita. Lingkungan sosial budaya dan agama pengarang juga sangat mempengaruhi isi novel yang ditelurkan. Dari hal tersebut, tak jarang novel juga disebut cerminan kehidupan masyarakat.
Dalam dunia sastra novel dikategorikan menjadi novel serius dan novel popular/ novel pop. Novel populer atau novel pop, mulai merebak sesudah suksesnya novel Karmila dan Cintaku pada tahun 70-an. Sesudah itu setiap novel hiburan, tidak peduli mutunya, disebut juga sebagai “novel pop”.  Novel populer adalah novel populer pada masanya, banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Contoh novel popular adalah Dealova, Lupus, Dilan, 5 cm dan lain sebagainya.
Berbeda dengan Novel serius, yang mengajak pembaca untuk menafsirkan dengan intelektualnya. Sastra serius, walau juga bersifat inovatif dan eksperimental, tidak akan menjelajah sesuatu yang sudah mirip dengan “main-main” (Kayam, 1981: 85-7).  Selain kemauan, pembaca benar-benar diajak berpikir dengan daya konsentrasi tinggi ketika membaca novel jenis ini. Mengajak pembacanya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan. Contoh novel serius adalah Bumi Manusia, Belenggu, Para Priyayi, Rumah Kaca, Anak Bajang Menggiring Angin dan lain sebagainya.
Akan tetapi, walau berbeda satu sama lain kedua jenis novel tersebut baik serius ataupun popular mampu memberikan manfaat bagi pembacanya. Banyak nilai-nilai kehidupan yang disajikan dalam cerita novel bagi pembacanya. Dengan membaca novel, secara tidak langsung pembaca akan mempelajari budaya suatu daerah atau negara. Nilai moral, nilai relegi, dan nilai sosial yang disampaikan pengarang dalam setiap penokohan di dalam novel bisa menambah pengalaman berharga bagi pembaca.  Khasanah pengetahuan pembaca akan dipertajam dan diperluas dengan membaca novel.
Dalam novel Robohnya Surau Kami karya A.A Navis menyampaikan sebuah Mutiara kehidupan yang sebaiknya manusia lalukan agar selalu menyeimbangkan antara apa yang akan manusia peroleh di akhirat nanti dengan kenyataan yangada di dunia saat ini. Berimanlah sekuat-kuatnya kepada Tuhan Yang Maha Esa tetapi jangalah melupakan kehidupanmu sekarang ini. Novel ini mengajarakan tentang nilai agama/ religi.
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck mengupas mengenai nilai budaya yaitu sistem kekerabatan Matrilineal dalam masyarakat Minangkabau. Permasalahan tersebut digambarkan oleh Zainuddin sebagai tokoh utama yang tidak dapat menikahi Hayati karena dilatarbelakangi status sosial. Selanjutnya Laskar Pelangi dan 5 cm, selain sarat akan nilai moral dan sosial, pembaca juga diajak menikmati keindahan alam pulau Belitong yang terkenal dengan keindahan pantai pasir putih dan dinginnya gunung Semeru yang merupakan gunung para dewa di tanah Jawa. Lain halnya dengan novel Antara Kabut dan Tanah Basah, dalam novel ini pengarang ingin menonjolkan nilai estetika (keindahan) yang tertuang dengan penggunaan bahasa yang indah dan santun.
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, Novel masuk dalam materi sastra yang diajarkan di kelas XII. Implikasi luas dari novel dapat diajarkan di sekolah karena selain sebagai bahan bacaan yang menghibur, juga memberi manfaat bagi para pembacanya. Dan sebagai sebuah karya yang fiksional, novel menggambarkan realitas kehidupan manusia dari sudut pandang sastra. Walaupun demikian, kehidupan fiksional tersebut tidak akan lepas dari refleksi fakta-fakta sosial sehari-hari.
 
 
Nora Nur Hayati, S.Pd
Guru Bahasa Indonesia SMA Katolik St. Louis 2